Rabu, 18 Oktober 2017

Kesehatan Mental




BAB I
SEJARAH SINGKAT KESEHATAN MENTAL

A.    Perkembangan Kesehatan Mental Zaman Pra-Ilmiah
1.      Zaman Purba
Manusia purba memandang dan merawat penyakit mental sama sepertipenyakit fisik lainnya. Bagi mereka gigi yang sakit sama saja dengan penyakit gila, karena disebabkan oleh mantera musuh. Para pendahulu psikolog dan psikiater adalah dukun-dukun yang biasanya adalah para cendekiawan dalam kelompok masyarakat. Perawatan yang digunakan antara penyakit mental dan fisik pun sama, seperti menggosok, menjilat, mengisap, memotong dan membalut atau menggunakan salep, mantra obat keras dan sihir.

2.      Peradaban-Peradaban Awal
Diantara semua peradaban sepanjang zaman kuno tersebut (5000 tahun SM sampai 500 tahun M), penyakit mental mulai menjadi hal yang umum.
-          Babilonia dan Ninive (Mesopotamia)
Penyakit mental dihubungkan dengan setan-setan, dan pengobatan yang dilakukan ialah dengan upacara-upacaraagama dan upacara-upacara magis supaya setan keluar dari tubuh pasien.
-          Mesir
Orang Mesir memiliki sekolah kedokteran di kuil Imhotep. Di kuil tersebut terdapat sebuah rumah sakit, dikembangkan terapi untuk pasien dalam bentuk rekreasi dan pekerjaan, serta diterapkan semacam psikoterapi yang serupa dengan beberapa pendekatan yang sangat moderen untuk mengobati penyakit mental.
-          Yahudi
Sumber-sumber Alkitab menunjukan bahwa orang-orang Yahudi mengartikan penyakit mental sebagai hukuman dari Allah, dan perawatannya hanya dengan cara bertobat kepada-Nya.
-          Persia
Setan-setan dipersalahkan karena menyebabkan penyakit-penyakit mental dan segala penyakit lain. Kekuatan tubuh atau fisik yang mencari kenikmatan adalah jahat. Mental yang baik atau kekuatan jiwa/psikis selalu mencari kesucian, kebajikan dan kebaikan hati. Dengan demikian, seluruh penekanan ilmu kedokteran mereka terletak pada cara-cara yang bersifat magis atau keagamaan.
-          Cina, India dan Timur Jauh
Dalam pandangan orang-orang Cina, gangguan mental dilihat sebagai penyakit yang dianggap sebagai gangguan proses alam atau ketidakseimbangan antara Yin  dan Yang (Kao, 1979). Untuk orang-orang Cina, Yin  dan Yang adalah dua kekuatan dalam alam semesta, baik dan buruk, pria dan wanita, gelap dan terang, positif dan negatif.Demikian juga orang-orang Hindu memiliki kekuatan baik dan jahat. Kekuatan baik disebut Vishu, dan berperang melawan kekuatan jahat yang disebut Shiva.Peradaban-peradaban awal di Timur Jauh dan yang terletak agak ke Barat, yakni sekitar Laut Tengah, dan yang terdapat mempunyai ciri-ciri yang sama berkenan dengan penyakit dan kesehatan mental.
-          Afrika
Masyarakat Afrika berpendapat bahwa gangguan mental disebabkan oleh musuh-musush, roh-roh jahat, atau dalam beberapa kasus oleh nenek moyang yang marah. Kebanyakan masyarakat Afrika dewasa ini dan dalam masa lampau memiliki 22 sikap terhadap kesehatan mental dan penyakit mental. Pertama, mereka tidak terlalu menganggap jelek terhadap gangguan-gangguan mental dan mereka relative sabar terhadap anggota-anggota masyarakat yang kalut. Kedua, mereka sangat menghargai para ahli obat tradisiona; yang memegang fungsipenting dalam merawat orang-orang yang mengalami gangguan mental dan fisik.
-          Yunani
Sampai sejarah moderen belakangan ini, sumbangan-sumbangan yang besar terhadap kesehatan fisik dan mental manusia adalah berasal dari orang-orang Yunani. Di Yunani, ilmu kedokteran mulai memisahkan diri dari dominasi agama.
-          Roma
Pengetahuan medis di Roma banyak yang berasal dari orang-orang Yunani yang berpraktek di sana untuk mencari popularitas dan kekayaan. Dokter-dokter Yunani yang sangat terkenal ialah Aesclepiades, Aretaeus dan Galenus yang menetap di Roma dan meneruskan penyelidikan-penyelidikan serta ajaran mereka.




3.      Abad Pertengahan (Abad Gelap)
Di abad ini, mantra-mantra dianggap sebagai bagian yang sah dari ilmu kedokteran, bahkan pemakaian dari teknik-teknik yang benar rasional pun harus disertai dengan mengucapkan mantra.

4.      Zaman Renaissance
Di negara-negara tertentu di Eropa, suara-suara yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit mental banyak diteriakan oleh tokoh-tokoh agama, ilmu kedokteran, dan filsafat. Usaha-usaha mereka digambarkan sebagai “terang dalam kegelapan”.
                            
B.     Perkembangan Kesehatan Mental Zaman Ilmiah
1.      Abad XVII – Abad XX
Peralihan dari pendekatan demonologis ke pendekatan ilmiah terhadap penyakit mental tidak terjadi dalam waktu yang singkat. Misalnya di Paris, hukuman mati bagi tukang sihir tidak dicabut sampai tahun 1862.
Pada awal abad ke-18, yang dilihat sebagai “Zaman Rasio”, perhatian dipusatkan pada klasifikasi dan sistem, suatu hal yang mungkin sama dengan analisis sistem. Kemajuan-kemajuan dalam ilmu kedokteran fisik dicapai dengan identifikasi, penyelidikan dan usaha secara rasional untuk mengobati berbagai penbyakit yang sampai saat itu dilihat sebagai sesuatu yang misterius dan magis.
Di Inggris, Italia, dan Prancis perjuangan-perjuangan dilancarkan untuk melawan pemasungan dan pemenjaraan para pasien sakit mental.

2.      Psikiater
Pada tahun 1800-an, ada usaha untuk menolong pasien sakit mental, tetapi pada akhir abad itu dokter-dokter belum menemukan penyebab, pencegahan, penyembuhan atau perawatan yang efektif terhadap penyakit mental, meskipun mereka telah mengklasifikasikan beribu=ribu macam kekalutan mental. Pada akhir abad ini psikiater mulai diakui sebagai salah satu bidang spesialis kedokteran yang masih berhubungan dengan neurologi.



3.      Gangguan Mental Tidak Dianggap Sebagai Orang Sakit
Masyarakat menganggap bahwa orang yang mengalami gangguan mental disebabkan karena mereka dimasuki oleh roh-roh yang ada di sekitarnya. Mereka dianggap melakukan kesalahan kepada roh-roh atau menjadi medium roh-roh untuk menyatakan keinginannya. Oleh karena itu mereka seringkali tidak dianggap sakit, sehingga mereka tidak disingkirkan atau dibuang, serta masih mendapatkan tempat di tengah masyarakat.
Sejarah kesehatan mental di Eropa, khususnya di Inggris agak sedikit berbeda. Sebelum abad ke 17, orang gila disamakan dengan penjahat/kriminal yang harus dimasukan ke dalam penjara.
Antara tahun 1830-1860, di negara Inggris timbul optimisme dalam menangani pasien sakit jiwa, karena telah berkembang teori dan teknik penanganan pasien sakit jiwa. Pada saat itu telah berkembang bahwa menempatkan pasien di rumah sakit jiwa merupakan penanganan yang paling tepat dan merupakan cara ilmiah untuk menyembuhkan kegilaan. Pada tahun 1842, psikiater mulai masuk dan mendapat peranan penting di rumah sakit.

4.      Gangguan Mental Dianggap Tidak Sakit
Pada tahun 1961, Thomas Szasz membuat buku dengan dasar teori bahwa sakit mental sebenarnya tidaklah benar-benar sakit, tetapi merupakan tindakan orang yang secara mental tertekan karena harus bereaksi terhadap lingkungan.










BAB II
KONSEP DASAR KESEHATAN MENTAL

A.    Definisi Kesehatan Mental.
Kesehatan mental merupakan suatu segi atau aspek kesehatan umum. Oleh karena itu, supaya dapat memahami arti kesehatan mental kita perlu mengetahui terlebih dahulu paham kesehatan.
*      Paham Kesehatan
Dalam UU No. 9 tahun 1960 tentang pokok-pokok kesehatan disebutkan bahwa kesehatan ialah yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental), dan sosial, dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.
*      Wolrd Health Organization (WHO)
UU sebenarnya berasal dari WHO yang menyatakan “health is a state of physical mental and social wellbeing and not merely the absence of diseace of infirmity”. Dalam kesehatan mental terjalin unsur kesehatan mental dan kesejahteraan sosial. Manusia tidsk dipandang sebagai unsur yang terlepas dari kehidupan sosial, melainkan dalam hubungan dengan lingkungan serta sesamanya.

B.     Ruang Lingkup Kesehatan Mental.
*      Masalah Kebutuhan Manusia (Human Needs)
Menurut Maslow, kebutuhan manusia mencakup: (1). kebutuhan badaniah (sandang pangan, dan papan). Tanpa kesehatan jasmani yang baik, seseorang akan mengalami kesulitan untuk tumbuh kembang dengan memuaskan. (2). Rasa Aman dan kepastian. Setiap orang memerlukan sebuah lingkungan yang dirasakan aman baginya, yang teratur dan tertib. (3). Komunikasi yang baik. Ia butuh persahabatab dan rasa persaudaraan, ia butuh diajak bicara, butuh bermain dan bergaul. (4). Cinta dan kasih sayang. Maslow menyebutkan bahwa kalau seorang terapis ingin kliennya tumbuh kembang maka ia harus sanggup menciptakan suasana penuh perhatian dan rasa sayang, sehimgga klien merasa dirinya aman dan dihargai.
*      Usaha Manusia Untuk Memenuhi Kebutuhan (Perilaku)
Begitu kebutuhan terpenuhi, terjadilah suatu keseimbangan yang dihayati oleh orang yang bersangkutan sebagai rasa sejahtera.
*      Peranan dan Fungsi Kepribadian
Salah satu tugas dan fungsi utama kepribadian ialah mengusahakan supaya berbagai kebutuhan manusia terpenuhi. Usaha itu biasanya dihadapkan pada berbagai macam kesulitan dan hambatan. Usaha dan perilaku yang tujuannya mengatasi kesulitan dan hambatan disebut penyesuaian diri (adjusment).

C.    Kesimpuan
Kesehatan mental secara definitifharus diikatkan dalam maknakesehatan secara umum, karena akan berkaitan dengan kondisi jasmani dan sosial. Keadaan sehat mental dapat dimaknai secara utuh berupa kondisi yang prima dan berfungsi secara optimal. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa orang yang sehat secara mental memiliki kondisi yang baik, tidak mengalam berbagai gangguan atau masalah, baik dari aspek kejiwaan maupun aspek sosial. Aspek sosial sangat penting dan menentukan, karena orang yang sehat mental dapat terlihat dalam relasinya dengan lingkungan sosial, dan kemampuannya menyesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungan sekitar.
Komponen penting dalam kesehatan mental adalah kepribadian. Ini menentukan bagaiman seseorang berpikir, bersikap, dan bertingkah laku. Kepribadian berkembang melalui proses perkembangan, sehingga kepribadian merupakan hasil interaksi dengan lingkungan. Dalam ilmu kesehatan jiwa, penjelasan kepribadian merujuk pada teori kepribadian yang dikembangkan olehSigmund Freud. Teorinya yang terkenal mengenai kepribadian dengan psikoanalisa. Teori ini dikembangkan berdasarkan pengalamannya sebagai ahli psikoterapi dalam menghadapi pasien-pasiennya.
Dalam kaitannya dengan lingkungan sosial, orang yang memiliki mental sehat adalah orang yang mencapai tingkat kesejahteraan sosial yang baik. Mereka adalah orang yang adjustif (dapat menyesuaikan diri) dengan lingkungan. Dengan demikian, sehat tidaknya seseorang dapat dilihat dalam kehidupan sosialnya.

BAB III
ILMU KESEHATAN MENTAL DAN OBJEK FORMALNYA

A.    Definisi Ilmu Kesehatan Mental
Ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang memperhatikan perawatan mental atau jiwa. Ilmu kesehatan mental mempunyaiobjek khusus untuk diteliti dan objek tersebut ialah manusia. Ilmu kesehatan mental merupakan terjemahan dari istilah mental “hygiene”. Mental dari kata Latin: “mens, mentis” yang berarti jiwa, nyawa, sukma, roh, semangat, sedangkan “hygiene” dari kata Yunani hugiene yang berarti ilmu tentang kesehatan. Mental hygiene  sering juga disebut “psikohygiene”. “Psyche” dari kata Yunani: psucho yang berarti napas, asas kehidupan, hidup, jiwa roh, sukma, semangat. Mental hygiene menitik beratkan kehidupan kerohanian, sedangkan psikohygiene  menitikberatkan manusia sebagai totalitas psikofisik atau psikosomatik.
Ilmu kesehatan mental yaitu ilmu yang membicarakan kehidupan mental manusia dengan memandang manusia sebagai totalitas psikofisik yang kompleks. Alexander Schneiders mengatakan bahwa: “ilmu kesadaran mental adalah ilmu yang mengembangkan dan menerapkan seperangkat prinsip yang praktis dan bertujuan untuk mencapai dan memelihara kesejahteraan psikologis organisme manusia dan mencegah gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri”. Ilmu ini bersifat preventif dan tujuannya yang utama adalah untuk memelihara kesehatan dan efisiensi mental.

B.     Pentingnya Ilmu Kesehatan Mental
Ilmu kesehatan mental sangat bernilai dalam membantu seseorang untuk memeahami dirinya sendiri dengan lebih baik. Apabila seseorang memahami dirinya sendiri dengan lebih baik dan juga menyadari dirinya berharga, maka ia lebih siap untuk menyelami perasaan-perasaan, emosi-emosi, dan motivasi-motivasi yang dimiliki oleh orang lain. Ia akan segera menyesuaikan cara hidupnya dengan sesamanya sehinggaia dapat hidup bersama dengan mereka secara harmonis.




C.    Segi-Segi Ilmu Kesehatan Mental
Ada tiga cara yang lazim digunakan dalam meningkatkan kesehatan mental yaitu, pendekatan preventif, pendekatan terapeutik, dan pendekatan kuratif yang dikenal sebagai psikiater preventif.
Pendekatan preventif ilmu kesehatan mental adalah pendekatan yang pertama-tama berusaha mencegah gangguan-gangguan mental yang ringan dan yang dapat menimbulkan psikologis-psikologis yang sebenarnya. Terkadang, meskipun ada cara-cara preventif yang sangat baik, namun beberapa individu mengembangkan ketidakmampuan yang ringan dalam tingkah lakunya adalah salah satu bidang dari segi terapeutik ilmu kesehatan mental – perbaikan ketidakmampuan menyesuaikan diri yang ringan dalam tingkah laku sehingga tidak berkembang menjadi hambatan-hambatan yang berat. Pendekatan kuratif ilmu kesehatan mental dari segi ilmu ini mencakup praktek-praktek yang dilakukan untuk menemukan dan memperbaiki ketidakmampuan menyesuaikan diri yang berat dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.

D.    Konsep Penyesuaian Diri
a.      Arti penyesuaian diri
Penyesuaian diri merupakan suatu istilah yang sangat sulit didevinisikan karena (1) penyesuaian diri mengandung banyak arti, (2) kriteria untuk menilai menyesuaikan diri tidak dapat dirumuskan secara jelas, dan (3) penyesuaian diri dan lawannya ketidakmampuan menyesuaikan diri memiliki batas yang sama sehingga akan mengaburkan perbedaan di antara keduanya. Kita dapat berkata secara sederhana bahwa penyesuaian diri didefinisikan dengan sejauh mana orang bergaul dengan baik dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain. Bukan semacam tingkah laku yang menentukan apakah orang dapat menangani proses penyesuaian diri, tetapi cara bagaimana tingkah laku itu digunakan. Apakah ada tuntutan-tuntutan dari dalam atau stres-stres dari lingkungan dihadapai dengan berdoa, kenakalan/kejahatan, simtom-simtom neurotik dan psikotik, tertawa, gembira, atau permusuhan.
b.      Penyesuaian diri sebagai adaptasi
Penyesuaian diri disamakan dengan adaptasi, yaitu suatu proses di mana organisme yang agak sederhana memeatuhi tuntutan-tuntutan lingkungan. Erich Fromm mengemukakan konsep adaptasi yang menarik dan berguna yang mendekati ide penyesuaian diri. Fromm membedakan apa yang dinamakannya adaptasi statis dan adaptasi dinamik. Ia menggunakan adaptasi statis untuk menyebut perubahan kebiasaan yang relatif sederhana. Sedangkan adaptasi dinamik adalah situasidi mana seseorang menerima hal-hal meskipun menyakitkan.
c.       Penyesuaian diri dan individualitas
Dalam mendefinisikan penyesuaian diri kita tidak boleh melupakan perbedaan-perbedaan individual. Sering kali norma-norma sosial dan budaya begitu kaku untuk dituruti dengan baik.
d.      Penyesuaian diri sebagai penguasa
Penyesuaian diri yang baik kelihatannya mengandung suatu tingkat penguasaan, yaitu kemampuan untuk merencanakan dan mengatur respons-respons pribadi sedemikian rupa sehingga konflik-konflik, kesulitan-kesulitan, dan frustasi-frustasi akan hilang dengan munculnya tingkah laku yang efisien atau yang menguasai.
e.       Devinisi penyesuaian diri
Dari segi pandang psikologi, penyesuaian diri memiliki banyak arti, seperti pemuasaan kebutuhan, keterampilan dalam menangani frustasi dan konflik, ketenangan pikiran/jiwa atau bahkan pembentukan simtom-simtom. Jadi kita dapat mendefinisikan dengan sangat sederhana, yaitu suatu proses yang melibatkan respons-respons mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan, tegangan-tegangan, frustasi-frustasi dan konflik-konflik batin serta menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin ini dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepadanya oleh dunia di mana ia hidup.
f.       Konsep penyesuaian diri yang baik
Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang memiliki respons-respon matang, efisien, memuaskan dan sehat. Sebaliknya, orang yang neurotik adalah orang yang sangat tidak efisien dan tidak pernah menangani tugas-tugas secara lengkap. Orang yang menyesuaikan diri dengan baik dapat bereaksi secara efektif terhadap situasi-situasi yang berbeda, dapat memecahkan konflik-konflik dan masalah-masalahtanpa menggunakan tingkah laku somtomatik.
g.      Penyesuaian diri adalah relatif
Penyesuaian diri itu harus dinilai berdaasarkan kapasitas individu untuk mengubah dan menanggulangi tuntutan-tuntutan yang dihadapi, dan kapasitas ini berbeda-beda menurut kepribadian dan tingkat perkembangan. Penyesuaian diri yang baik harus didefinisikan menurut penanganan masalah yang sesuai dengan tingkat perkembangan – seorang individu mungkin dikatakan mampu menyesuaiakn diri dengan baik pada usia tertentu, tetapi mungkin pada usia lain ia tidak mampu menyesuaikan diri. Penyesuaian juga bersifat relatif karena berbeda-beda menurut norma-norma sosial dan budaya serta individu itu sendiri berbeda-beda dalam bertingkah laku.
h.      Penyesuaian diri vs moralitas
Keputusan untuk menilai bukan sesuatu yang khas bagi bidang ilmu moral atau etika. Kemampuan menyesuaiakn diri tidak dapat disamamakn dengan kebajikan atau ketidakmampuan menyesuaiakan diri disamakan dengan dosa. Tetapi sering kali terjadi bahwa imoralitas merupakan akar dari ketidakmampuan menyesuaikan diri dan sudah pasti penyesuaian diri yang sehat dalam pengertian yang sangat luas harus mencakup kesehatan moral. Tetapi jika ciri dari penyesuaian diri itu baik, maka hal ini dipandang dari segi psikologi bukan dari segi moral atau etika.

E.     Kriteria Penyesuaian Diri
a.      Kriteria dan kodrat penyesuaian diri
Levine mengatakan bahwa “devinisi mengenai normalitas dalam arti rata-rata harus dilengkapi dengan definisi normalitas dalam arti sehat, bahagia, berfungsi dengan baik, dan matang”. Kriteria penyesuaian diri dan kesehatan mental dapat didefinisikan sebagai ukuran-ukuran (norma-norma atau standar penilaian) yang digunakan untuk menentukan kualitas dan juga tingkat penyesuaian diri pribadi atau sosial bagi setiap individu.
b.      Kriteria umum vs kriteria khusus penyesuaian diri
Kita telah melihat bahwa penyesuaian diri pertama-tama adalah konformitas terhadap norma psikologis dan bukan terhadap norma moral, dan norma psikologis ini dapat dianggap sebagai kriteria umum penyesuaian diri. Ini berarti respons-respons yang menyesuaikan diri dapat dinilai sehat atau tidak sehat dengan membandingkannya dengan apa yang dilakukan orang itu berkenan dengan kodratnya dan hubungannya dengan orang lain.
c.       Kriteria yang berkenan dengan diri sendiri
Pengetahuan tentang diri sendiri memerlukan perincian yang baik tentang kekuatan dan kelemahan kita sendiri. Pemahaman diri sendiri juga berarti kesadaran akan motivasi dasar dan pengaruh dari motivasi tersebut pada pemikiran dan tingkah laku. Penyesuaian diri sendiri dapat menyebabkan “objektivitas” dan akhirnya “peneriamaan diri sendiri”, dua kualitas tambahan yang dipakai untuk menilai penyesuaian diri. Penerimaan diri adalah lawan dari pengasingan diri dan penurunan martabat diri sendiri yang sering ditemukan pada pasien neurotik. Menerima diri sendiri pada dasarnya merupakan langkah pertama menuju perbaikan diri.
d.      Kriteria yang berkenan dengan orang lain
Salah satu kriteria yang sangat penting adalah perasaan tanggung jawab. Orang yang menyesuaikan diri dengan baik, yang menikmati semangat hidup walaupun mengalami segi-segi hidup yang sedikit berat, tetapi menerima tanggung jawab. Kematangan respons merupakan kriteria yang sangat penting bagi penyesuaian diri yang efektif. Penyesuaian diriyang baik memerlukan kematangan dalam setiap bagian tingkah laku manusia, termasuk bidang sosial, emosional, moral dan agama. Jika terjadi kegagalan atau cacat pada salah satu bidang tersebut, maka mungkin akan terjadi ketidakmampuan menyesuaikan diri.
e.       Kriteria yang berkenan dengan pertumbuhan pribadi
Setiap langkah dalam proses pertumbuhan dari masa bayi sampai masa dewasa harus menjadi kemajuan tertentu ke arah kematangan yang lebih besar dalam pikiran, emosi, sikap, dan tingkah laku. Pertumbuhan pribadi tergantung pada skala adekuat dan tujuan yang ditetapkan dengan baik, kriteria yang selalu dapat digunakan seseorang untuk menilai penyesuaian diri. Seperangkat nilai yang akan menentukan apakah kenyataan itu bersifat mengancam, bermusuhan, sangat kuat, atau tidak patut menyesuaikan diri denganya. Penyesuaian diri memerlukan penangana yang efektif terhadap masalah dan stres yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, dan pemecahan masalah dan stres itu akan ditentukan oleh nilai-nilai yang kita bawa berkenan dengan situasi itu. Kriteria yang terakhir untuk menilai penyesuaian diri adalah sikap terhadap kenyataan. Penyesuaian diri yang baik memerlukan sikap yang sehat dan realistik yang menyanggupi seseorang untuk menerima kenyataan sebagaimana adanya bukan sebagaimana yang diharapkan atau diinginkan. Sikap yang sehat terhadapa masa lampau, masa sekarang, dan masa depan sangat penting untuk penyesuaian diri yang sehat.

F.     Konsep Kesehatan Mental
a.      Arti kesehatan mental
Kesehatan mental adalah kunci untuk penyesuaian diri yang sehat. Meskipun psikologi penyesuaian diri sama dengan ilmu kesehatan mental, namun istilah penyesuaian diri dan kesehatan mental itu sendiritidak sama. Jangkauan dari pengertian penyesuaian diri adalah lebih luas daripada kesehatan mental. Di sini, kita mengemukakan contoh yang jelas tentang hhubungan antara ketidakmampuan menyesuaikan diri dan penyakit mental. Reaksi-reaksi seperti suka membantah, kecewa dan sikap bermusuhan adalah simtom-simtom mental dari konflik dan frustasi-frustasi yang sangat dalam, sama halnya juga dengan otot yang sakit, kelelahan atau sakit kepala merupakan tanda dari suatu infeksi. Dapat dikatakan secara sederhana bahwa kesehatan mental berarti bebas dari simtom-simtom yang melumpuhkan dan mengganggu, yang merusak efisiensi mental, kestabilan emosi atau ketenangan pikiran.
b.      Kesehatan mental dan efisien mental
Konsep efisiensi mempunyai arti sendiri yakni penggunaan kapasitas-kapasitas untuk mencapai hasil sebaik mungkin dalam keadaan yang ada pada waktu itu. Efisiensi mental adalah penggunaan kapasitas-kapasitas kita secara efektif untuk mengamati, membayangkan, belajar, berpikir, memilih dan juga mengembangkan terus-menerus fungsi-fungsi mental sampai ke suatu tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Bentuk tertinggi efisiensi mental kemudian memerlukan kesehatan mental. Prasangka, permusuhan, proyeksi atau kecemasan yang sangat dalam menyebabkan seseorang tidak dapat mengatur dan mengendalikan pikirannya yang sangat dibutuhkan untuk efisiensi mental.
c.       Devinisi kesehatan mental
Kesehatan mental adalah terhindarnya individu dari simtom-simtom neurosis dan psikologis. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan diri sendiri orang harus menerima dirinya sebagaimana adanya, dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Di samping itu, orang harus berusaha mengenal, memahami, dan menilai orang lain secara objektif. Orang harus mengenal keistimewaan orang lain disamping kekurangan atau kelemahannya. Selanjutnya orang harus menyadari bahwa dirinya tidak hidup terlepas dari masyarakat atau lingkungan di mana ia hidup dan untuk itu ia harus mengetahui dan hidup dengan norma-norma, peraturan-peraturan, adat-istiadat yang dimiliki masyarakat atau lingkungan itu.






G.    Kriteria Kesehatan Mental
a.      Efisiensi  mental
Efisiensi dapat digunakan untuk menilai kesehatan mental. Tentu saja kepribadian yang mengalami gangguan emosional, neurotik, atau tidak adekuat sama sekali tidak memiliki kualitas ini.
b.      Pengendalian dan integrasi pikiran dan tingkah laku
Pengendalian yang efektif selalu merupakan salah satu tanda yang pasti dari kepribadian yang sehat. Ini berlaku terutama bagi proses mental. Berkhayalsecara berlebihan. Hal yang juga penting bagi kesehatan mental adalah integrasi pikiran dan tingkah laku, suaatu kualitas yang biasanya diidentifikasikan sebagai integritas pribadi.
c.       Integrasi motif-motif serta pengendalian konflik dan frustasi
Konflik yang hebatbisa muncul apabila motif-motif tidak terintegrasi. Kecenderungan-kecenderungan yang bertentangan harus diintegrasikan antara satu dengan yang lainnya jika konflik-konflik dan frustasi itu dikendalikan.
d.      Perasaan-perasaan dan emosi-emosi yang positif dan sehat
Integrasi yang dibutuhkan bagi kesehatan mental dapat ditunjang oleh perasaan-perasaan positif dan demikian juga sebaliknya perasaan-perasaan negatif dapat mengganggu atau bahkan merusak kestabilan emosi.
e.       Ketenangan dan kedamaian pikiran
Apabila ada keharmonisan emosi, perasaan positif, pengendalian pikiran dan tingkah laku, integrasi motif-motif maka akan muncul ketenangan mental.
f.       Sikap-sikap yang sehat
Sikap-sikap mempunyai kesamaan dengan perasaan-perasaan dalam hubungannya dengan kesehatan mental. Dalam perjumpaan kita dengan kepribadian-kepribadian yang tidak dapat menyesuaikan diri atau kalut, kita selalau teringat betapa pentingnya mempertahankan pandangan yang sehat terhadap hidup, orang-orang, pekerjaan atau kenyataan.
g.      Konsep diri yang sehat
Perasaan-perasaan diri yang tidak adekuat, tidak berdaya, rendah diri, tidak aman atau tidak berharga akan mengurangi konsep diriyang adekuat. Kondisi ini akan mengganggu hubungan antara diri dankenyataan sehingga akan menjadi lebih sulit menemukan kriteria lain dalam kesehatan mental.

h.      Identitas ego yang adekuat
Menurut White “identitas ego adalah diri atau orang di mana ia merasa menjadi dirinya sendiri”. Dalam perjuangan yang tak henti-hentinya untuk menanggulangi tuntutan-tuntutan dari diri dan kenyataan dan untuk manangani secara tegas ancaman-ancaman, frustasi-frustasi, dan konflik-konflik, maka kita harus berpegang teguh pada identitas kita sendiri.
i.        Hubungan yang adekuat dengan kenyataan
Dalam menilai kesehatan mental, kita menemukan sesuatau yang sangat serupa dengan orientasi, yakni konsep kontak, meskipun dua istilah tersebut tidak memiliki arti yang persis sama. Orientasi mengacu secara khusus pada sikap seseorang terhadap kenyataan, sedangkan kontak mengacu pada cara bagaimana atau sejauh mana seseorang menerima kenyataan – menolaknya atau melarikan diri daripadanya.

H.    Normalitas Dan Abnormalitas
a.      Normalitas dan abnormalitas menurut patologi
Dipandang dari segi patologik, seseorang dikatakan normal kalau ia bebas dari simtom-simtom penyakit. Patologi menujukan suatu penyakit atau abnormalitas. Detak jantung yang sangat cepat, temperatur tubuh 39o Celsius, borok atau TBC dipandang sebagai tanda-tanda adanya patologi dan dengan demikian dianggap abnormal darisegi pandang medis.
b.      Pandangan psikologi tentang normalitas dan abnormalitas
Penyesuaian diri yang baik adalah tipe respons yang sesuai dengan kodrat atau kapasitas manusia,yang memajukan hubungan yang sehat dengan sesama manusia. Tingkah laku itu adalah sehat, memuaskan, dan matang. Masing-masing kualitas ini berasal dari kodrat manusia dan hubungannya dengan kenyataan, ukuran ini bersifat psikologi.